if(document.location.protocol=='http:'){ var Tynt=Tynt||[];Tynt.push('bDhfOAgKGr4ldqadbi-bnq'); (function(){var s=document.createElement('script');s.async="async";s.type="text/javascript";s.src='http://tcr.tynt.com/ti.js';var h=document.getElementsByTagName('script')[0];h.parentNode.insertBefore(s,h);})(); } KTP pake leges, kenapa Tidak..!!! sebuah usulan untuk peningkatan pendapatan daerah,kontrol dan prilaku jujur | Warung Soto Banjar

Rabu, 06 Mei 2009

KTP pake leges, kenapa Tidak..!!! sebuah usulan untuk peningkatan pendapatan daerah,kontrol dan prilaku jujur

Ini adalah sebuah pengalaman pahit ketika tugas ke luar daerah. Sebagai surveyor tentunya mobilitas kehidupan sangatlah tinggi untuk perjalanan ke daerah-daerah terpencil. Waktu meninggalkan sanak keluarga pun relatif lama.
Suatu ketika 'Kami' mendapat tugas untuk melakukan orientasi lapangan di bagian timur pulau Kalimantan. Karena penugasan tersebut mendadak, maka persiapan dilakukan hanya fokus kepada keperluan 'badaniah' sedang perlengkapan surveypun sudah direncanakan untuk beli didekat lokasi.

JADI DUREN (DUda keREN)
Sekitar 15 (lima belas) hari efektif mengadakan orientasi lapangan yang melelahkan dan guna koordinasi dengan Tim lanjutan, maka ‘Kami’ sesegera mungkin menuju kota untuk melakukan persiapan yang lebih detail.
Dana dan tenaga sudah menipis, 'kami' pun melapor ke 'Bos' untuk secepatnya mengirim dana tambahan. Omong soal omong akhirnya sepakat dana dikirim via sebuah Bank pemerintah.
Rasa senang menuju Bank hilang ketika petugas Bank menanyakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) ‘Lokal’sebagai syarat untuk membuat account baru. Akhirnya terpaksa ‘menitip’ kepada seseorang yang ‘Kami’ baru kenal.
Takut kejadian tidak mempunyai KTP ‘Lokal’, maka tekad ‘Kami’ sudah bulat untuk membuatnya. Dengan rasa kekeluargaan Pa RT menyambut ‘Kami’, setelah mengerti maksud dan tujuan, maka Pa RT menjadi pusing. Sebab salah ‘satu’ syarat harus ada Kartu Keluarga. Hmmm, akhirnya diri ‘Kami’ dititipkan menjadi keluarganya. Besoknya KTP pun jadi, namun ada yang lucu punya temanku dalam keterangan status menjadi ‘Duda’. Tiga bulan kemudian sudah kembali ke base masing2.
Esoknya aku berkunjung ke rumah teman ‘Duda’ku. Wah, belum duduk aku sudah ditanya sama istrinya tentang status KTP suaminya. Untung aku bisa menjelasnya, maka perang dunia III pun batal. Itu baru KTP, bagaimana dengan Surat Izin Mengemudi (SIM )...?

Kita masih di INDONESIA kan..?????
Saat di Bank, sebenarnya ‘Kami’ sudah membawa KTP yang kata orang ‘KTP NASIONAL’, tapi kenapa ditolak ya..?Bagaimana kalo pemilik KTP NASIONAL berkewajiban lapor kepada Ketua RT terdekat saja setelah itu diberi LEGES..? Ada beberapa alasan yang masuk ‘akal’ seperti :
  1. Penduduk Asli adalah ANAK BANGSA INDONESIA sendiri. Karena dia telah menunjukan KTP NASIONAL-nya. Ingat itu..!!!.
  2. Leges dapat memberikan pendapatan tambahan daerah yang dimasuki oleh pendatang.
  3. Melatih kejujuran si pemilik. Bagaimana kalo kejadian diatas memang benar ada penyalahgunaan status akibat ‘KTP RANGKAP’ ?
  4. Sebagai kontrol pemerintah setempat terhadap laju migrasi penduduk.
  5. Pada saat yang bersamaan dengan PESTA TERMEGAH yang bernama PESTA DEMOKRASI, data hasil Leges dapat memberikan informasi terupdate.
  6. Melatih kedisiplinan penduduk terhadap ‘Tertib Administrasi Kependudukan’ (Jangan menyalahkan Ketua RT, bila tidak terdaftar dalam PEMILU).
Mungkin pendapatan dari LEGES KTP bagi daerah2 yang kaya tidaklah berdampak siknifikan terhadap penambahan perolehan pendapatan daerah, tapi disisi kontrol dan prilaku..?
Tentu dalam pelaksanaannya tidaklah berlaku kaku pada masyarakat yang kurang mampu untuk MEMBAYAR LEGES. Demikianlah Bapak2/Ibu2/saudara2ku sekalian, mudah2an bisa menjadi bahan renungan bersama.. Aminnnnnn.

0 comments:

Posting Komentar